Selasa, 29 Desember 2009

PERTUMBUHAN KOTA-KOTA BARU DAN PENURUNAN POPULASI TERNAK LOKAL

Bagus sekali idenya untuk menyelamatkan ternak asli Indonesia. Saya sangat mendukung.

Fakta atau pengalaman yang saudara temui juga sering saya temui. Dulu, ketika tahun 90-an, di sepanjang jalan-jalan lintas sumatera di Bengkulu dan jalan-jalan utama sering dijumpai segerombolan ternak kerbau melintas di jalanan, berkubang di rawa-rawa atau sungai-sungai pinggir jalan. Belum lagi di desa-desa yang ada di bagian dalam provinsi Bengkulu (dan Sumatera umumnya saya kira). Saya melihat dan berfikir, itulah lumbung dan stok pangan hewani kita. Betapa senangnya jika di sepanjang jalan bertebaran ratusan ternak kerbau ataupun sapi.

Sekarang, yang ada tinggal semak belukar atau lahan yang siap dikonversi menjadi kebun kelapa sawit, sekalipun lahan tersebut tidak seharusnya untuk kebun kelapa sawit. Inilah salah satu yang menjadi sebab mengapa ternak lokal seperti kerbau mulai punah. Anehnya, data statistik menunjukkan populasi kerbau kita meningkat! Aneh bin ajaib.

Ada penyebab lain. Ketika euforia pemekaran wilayah sedang semarak, banyak wilayah-wilayah yang memekarkan wilayahnya menjadi beberapa daerah administrasi/ekonomi. Efeknya, tumbuhlah kota-kota baru, umpamanya kota kabupaten, kecamatan dan lain-lain. Dengan tumbuhnya kota-kota baru tersebut maka kemudian ada regulasi perlunya pembatasan ternak yang berkeliaran di jalanan di “kota” baru tersebut karena menganggu keindanhan calon kota (Di Bengkulu, ternak besar tidak dikandangkan layaknya ternak-ternak di Jawa). Akhirnya, banyak ternak yang harus dijual dan dipotong. Jakalau dulu ternak menjadi bagian dari rumah tangga dan sistem sosial budaya, sekarang menjadi hama dan pengganggu keindahan “kota”.

Anehnya, tidak ada solusi mantap untuk itu selain mengandangkan ternak! Jika tidak, pemilik ternak akan didenda karena ternaknya menganggu lingkungan (kenapa selama ini tidak menganggu lingkungan?). Wal hasil, masyarakat pemilik ternak memilih “menjualnya” dan tidak lagi berupaya memiliki lagi.

Itulah salah satu kenapa populasi ternak kita menurun.

Sepertinya perlu keberpihakan terhadap sistem sosial budaya yang di dalamnya ada sistem kepemilikan dan pemeliharaan ternak. Tumbuhnya kota-kota baru hendaknya diirngi dengan penyediaan area untuk penggembalan kolektif. Sayangnya, area yang ada lebih baik diperuntukkan bagi perkebunan kelapa sawit/karet. Inilah ketidakberpihakannya.

Tidak ada komentar: