Selasa, 29 Desember 2009
PERANAN KEMITRAAN DALAM MANAJEMEN RANTAI NILAI BISNIS PETERNAKAN
Pengembangan bisnis peternakan tidak serta merta secara otomatis mengurangi kemiskinan dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Bisnis di bidang peternakan memerlukan penyesuaian-penyesuaian tertentu dari para produsen. Bisnis di bidang peternakan merupakan bisnis yang menuntut pengelolaan yang intensif (management intensive), mempunyai resiko yang tinggi, baik karena penyakit maupun fluktuasi harga, dan produksi peternakan membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
Dampak pertumbuhan dalam bisnis peternakan terhadap peternak berskala kecil bergantung pada bagimana para peternak di perdesaan berperan serta dalam pasar peternakan yang bernilai tinggi (high-value commodity) ini, baik secara langsung sebagai produsen atau melalui pasar tenaga kerja. Upaya mendorong peran serta para peternak berskala kecil tersebut membutuhkan infrastruktur pasar, peningkatan kemampuan teknis peternak, instrumen manajemen risiko dan tindakan kolektif melalui berbagai organisasi produsen.
KEMITRAAN USAHA DALAM MANAJEMEN RANTAI NILAI
Pengembangan bisnis dalam industri peternakan dari hulu sampai ke hilir dalam kenyataannya lebih banyak digerakkan oleh sektor swasta dan pasar. Sebagai implikasinya di bagian hilir, peranan supermarket yang mengandalkan manajemen rantai pasokan (supply chain management) yang baik merupakan suatu keniscayaan. Kualitas dan standar yang ditetapkan sering kali mempersulit para peternak berskala kecil bertindak sendiri-sendiri untuk mengambil bagian di pasar ini, sehingga perlu pertanian kontrak (contract farming) dan tindakan kolektif dari berbagai organisasi produsen yang ada. Di samping itu, kinerja pasar peternakan sering kali terganggu oleh infrastruktur yang buruk, jasa pendukung yang tidak memadai, dan kelembagaan yang lemah sehingga meningkatkan biaya transaksi dan volatilitas harga. Oleh karena itu, peran serta para peternak berskala kecil sangat tergantung dengan berfungsi atau tidaknya pasar peternakan tersebut secara efisien.
Kemitraan usaha dalam manajemen rantai nilai menjadi sesuatu yang penting dilakukan untuk kesinambungan usaha, meningkatkan sumberdaya kelompok mitra, dan peningkatan skala usaha, dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan kelompok mitra secara mandiri. Dengan adanya kemitraan usaha berarti menggambarkan kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain. Hal ini akan mengurangi terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam sistem manajemen, bahkan mampu meningkatkan koordinasi antar level. Maka dari itu, kemitraan usaha dapat terjalin secara baik bila terdapat saling ketergantungan yang saling menguntungkan. Adanya kemitraan usaha dalam kegiatan on-farm (contract farming) dapat membangun spesialisasi kerja yang akan meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya transaksi yang akan meningkatkan efisiensi usaha, pembagian risiko (sharing risk), adanya jaminan pemasaran hasil dan mendekatkan akses terhadap program-program pemerintah.
Jika dilihat dari pihak perusahaan mitra, terdapat beberapa manfaat dengan adanya sistem contract farming dengan peternak mitra. Manfaat yang paling penting bagi perusahaan antara lain, adalah: (1) Mudah mendapatkan tenaga kerja (buruh); (2) Mengurangi biaya untuk investasi; (3) Mudah memasarkan sarana produksi peternakan; (4) Mudah mendapatkan hasil ternak (daging, telur, dan susu); (5) Perusahaan memiliki kendali terhadap kuantitas, kualitas, waktu penyaluran (delivery) dan kontinuitas pasokan produk hasil ternak untuk berbagai tujuan atau segmen pasar. Kemitraan usaha pun mampu memberikan manfaat dalam konteks resiko yang lebih rendah dan harapan yang lebih baik dari sisi penerimaan (pendapatan).
Kontrak antara peternak dengan perusahaan industri pengolahan akan mendorong peternak untuk menghasilkan produk ternak dengan tingkat produktifitas dan kualitas yang lebih baik, karena peternak diharuskan untuk menerapkan teknik budidaya serta penanganan pasca panen yang telah direkomendasikan. Selain itu, peningkatan produktivitas melalui kemitraan usaha dilakukan dengan menerapkan bimbingan teknis dan manajemen serta penataan lingkungan, sehingga mortalitas berkurang dan feed conversion yang ideal dapat dicapai. Adanya kemitraan usaha berarti mampu memperluas tujuan pasar (pasar tradisional maupun pasar modern) dan dapat memperdalam industri pengolahan hasil dengan berbagai produk asal ternak (daging, telur dan susu), serta mampu menjamin pemasaran dan kepastian harga, terutama pada sistem kontrak harga.
Namun, disisi lain membangun kemitraan usaha di bidang peternakan pun mampu memberikan dampak negatif bila pengelolaannya tidak berjalan efektif, antara lain: (1) Perusahaan dapat meminta peternak melakukan up-grade kandang atas biaya peternak; (2) Dapat menimbulkan manipulasi input, seperti misalnya DOC dan pakan ternak, ada kemungkinan DOC dan pakan kualitas prima digunakan untuk budidaya perusahaan sendiri dan yang kualitas lainnya diperuntukkan peternak mitra; (3) Kontrak dengan pembagian keuntungan yang kurang adil berdasarkan share biaya; (4) Penghentian kontrak lebih awal dari perusahaan, bisa merugikan peternak karena sudah mengeluarkan modal untuk membangun kandang; (5) Perusahaan meminta peternak melakukan renovasi atau meningkatkan peralatan kandangnya atas biaya peternak; (6) Peternak mendapatkan harga input yang sedikit lebih tinggi dibandingkan sebagai peternak mandiri, karena pada dasarnya perusahaan inti telah memperhitungkan tingkat suku bunga komersial; dan (6) Peternak rakyat yang tergabung dalam contract farming umumnya mendapatkan peluang harga jual yang lebih rendah dari harga pasar. Oleh karena itu, perlu dipahami secara komperhensif dan holistik dalam membangun kemitraan usaha di bidang peternakan dengan meletakkan model integrasi vertikal secara tepat, memperhatikan dinamika harga masukan dan keluaran peternakan, struktur dan skala pengusahaan diseimbangkan, memperhatikan aspek kemitraan kini dan mendatang, pentingnya memahami kewirausahaan dan konsolidasi kelembagaan di tingkat peternak rakyat.
DUKUNGAN PEMERINTAH
Untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif, penguatan dan pemeliharaan kerjasama dalam rantai nilai industri peternakan mutlak diperlukan. Melalui kemitraan usaha dapat terbentuk hubungan kerja sama antara peternak, perusahaan maupun pembeli yang bersifat lebih spesifik dan berfokus pada volume, distribusi, lead time, dan mutu. Para pelaku dalam binsis industri peternakan hendaknya mampu menciptakan pola kemitraan yang mapan dan terpadu serta saling membutuhkan dengan tetap memperhatikan kualitas dan kontinuitas.
Peningkatan nilai tambah di bidang peternakan melalui kemitraan usaha akan lebih efektif apabila ada dukungan yang tepat dari pemerintah dalam bentuk political will and political actions. Bentuk dukungan pemerintah dalam membangun kemitraan usaha di bidang peternakan, antara lain, pertama, penerapan hukum dan peraturan yang tidak menghambat pengembangan usaha peternakan dalam membangun kemitraan usaha. Kemitraan usaha di bidang peternakan harus didukung dan dilindungi oleh sistem dan penegakan hukum yang berbiaya rendah. Kedua, seyogianya pemerintah mampu mengembangkan dan memperbaiki infrastruktur dalam membangun kemitraan usaha itu sendiri. Ketiga, pemerintah seyogianya memberikan perlindungan kepada peternak rakyat dari eksploitasi dalam kegiatan kerjasama dengan pihak industri dengan cara mengecek kelayakan finansial dan kapasitas manajerial industri (perusahaan) sehingga akan mampu menghasilkan bisnis yang menguntungkan bagi seluruh pihak. Keempat, pemerintah seyogianya membantu dalam pengembangan sistem informasi yang terintegrasi yang memadukan informasi di setiap bagian yang terlibat dalam sistem rantai pasokan. Diharapkan dengan dukungan pemerintah di atas, kemitraan usaha di bidang peternakan dapat berjalan dengan efektif sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan pada akhirnya pula dapat meningkatkan dayasaing produk-produk peternakan. Disamping itu, pembangunan peternakan dapat menciptakan sasaran ganda, yaitu menciptakan pertumbuhan dan sekaligus pemerataan pendapatan.
PERTUMBUHAN KOTA-KOTA BARU DAN PENURUNAN POPULASI TERNAK LOKAL
Bagus sekali idenya untuk menyelamatkan ternak asli Indonesia. Saya sangat mendukung.
Fakta atau pengalaman yang saudara temui juga sering saya temui. Dulu, ketika tahun 90-an, di sepanjang jalan-jalan lintas sumatera di Bengkulu dan jalan-jalan utama sering dijumpai segerombolan ternak kerbau melintas di jalanan, berkubang di rawa-rawa atau sungai-sungai pinggir jalan. Belum lagi di desa-desa yang ada di bagian dalam provinsi Bengkulu (dan Sumatera umumnya saya kira). Saya melihat dan berfikir, itulah lumbung dan stok pangan hewani kita. Betapa senangnya jika di sepanjang jalan bertebaran ratusan ternak kerbau ataupun sapi.
Sekarang, yang ada tinggal semak belukar atau lahan yang siap dikonversi menjadi kebun kelapa sawit, sekalipun lahan tersebut tidak seharusnya untuk kebun kelapa sawit. Inilah salah satu yang menjadi sebab mengapa ternak lokal seperti kerbau mulai punah. Anehnya, data statistik menunjukkan populasi kerbau kita meningkat! Aneh bin ajaib.
Ada penyebab lain. Ketika euforia pemekaran wilayah sedang semarak, banyak wilayah-wilayah yang memekarkan wilayahnya menjadi beberapa daerah administrasi/ekonomi. Efeknya, tumbuhlah kota-kota baru, umpamanya kota kabupaten, kecamatan dan lain-lain. Dengan tumbuhnya kota-kota baru tersebut maka kemudian ada regulasi perlunya pembatasan ternak yang berkeliaran di jalanan di “kota” baru tersebut karena menganggu keindanhan calon kota (Di Bengkulu, ternak besar tidak dikandangkan layaknya ternak-ternak di Jawa). Akhirnya, banyak ternak yang harus dijual dan dipotong. Jakalau dulu ternak menjadi bagian dari rumah tangga dan sistem sosial budaya, sekarang menjadi hama dan pengganggu keindahan “kota”.
Anehnya, tidak ada solusi mantap untuk itu selain mengandangkan ternak! Jika tidak, pemilik ternak akan didenda karena ternaknya menganggu lingkungan (kenapa selama ini tidak menganggu lingkungan?). Wal hasil, masyarakat pemilik ternak memilih “menjualnya” dan tidak lagi berupaya memiliki lagi.
Itulah salah satu kenapa populasi ternak kita menurun.
Sepertinya perlu keberpihakan terhadap sistem sosial budaya yang di dalamnya ada sistem kepemilikan dan pemeliharaan ternak. Tumbuhnya kota-kota baru hendaknya diirngi dengan penyediaan area untuk penggembalan kolektif. Sayangnya, area yang ada lebih baik diperuntukkan bagi perkebunan kelapa sawit/karet. Inilah ketidakberpihakannya.
Selamatkan Ternak Asli Indonesia
Kebutuhan manusia akan protein hewani tidak bisa dipungkiri peningkatannya dari tahun-ketahun. Gerakan sadar gizi dan yang lainnya merebak di mana-mana. Sampai ada yang mencanangkan program back to nature (kembali ke alam) yaitu dengan mengkonsumsi daging, telur, atau sayuran hasil dari yang alami (non kimia) seperti ayam kampung, telur ayam kampung asli, telur itik yang hanya di gembalakan, dan lain sebagainya. Eksploitasi tidak dilarang tapi perlu upaya menyeimbangkan dengan jumlah ternak yang ada.
Sangat miris hati kami mendengar salah seorang dosen atau ilmuwan yang akan menangani project cloning banteng asli Indonesia. Coba kita bayangkan plasma nutfah asli Indonesia akan dijual atau diberikan kepada pihak asing sedang keuntungan dari project tersebut masuk kantong pribadi. Apakah tidak ada sisi negatif dari kegiatan pelaksanaan tersebut? Apakah nasib kita puluhan tahun mendatang bahwa untuk melihat banteng asli Indonesia harus pergi ke luar negeri? Apakah kita mau mengulang peristiwa tanaman apel yang konon berasal dari Malang dan tumbuh subur di sana sedangkan untuk mendatangkan bibitnya harus import? Maukah terulang???
Berikut adalah usaha dan upaya untuk menyelamatkan ternak asli kita, dan tidak menutup kemungkinan masih banyak cara lain yang belum kami ketahui. Untuk itu kepada siapa saja yang mempunyai pikiran dan saran untuk menyempurnakan apa yang sudah kami tulis untuk disebarluaskan atau mengirimkannya kepada kami.
1. Menghindari pemotongan induk produktif baik itu unggas, kambing dan domba (Kado), sapi, dan kerbau. Masalah ini pernah menjadi satu judul skripsi yang kami ajukan untuk bahan skripsi dengan judul “Trend Pemotongan Kambing PE Betina Produktif di salah satu RPH kota Malang”. Tujuannya tak lain adalah untuk mengetahui trend populasi 5-10 tahun ke depan. Sehingga kalau sudah ada gambaran jumlah populasi 5-10 tahun kedepan, sudah ada langkah yang telah dipersiapkan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Sayang, kami terpaksa pindah judul skripsi karena sesuatu hal.
2. Menjaga mutu genetik ternak asli Indonesia. Diperlukan daerah breeding tertentu seperti pulau sapodi yang ada di madura sebagai pelestari plasma nutfah sapi madura, daerah amuntai sebagai pelestari itik alabio, mojosari, tegal, nunukan sebagai pelestari ayam nunukan. Tidak mengawinkan ternak sembarangan juga merupakan salah satu usaha untuk menjaga mutu genetik ternak.
3. Alternatif pemotongan ternak : ternak yang dipotong adalah ternak yang benar-benar sudah afkir (baik afkir dari produksi, karena penyakit, atau cacat), ternak yang produktifitasnya menurun, dan ternak hasil import. Banyak kita jumpai pemotongan ternak yang dipaksakan seperti menciptakan kondisi agar ternak bisa dipotong seperti ternak dipatahkan kakinya, ternak dilukai, dan cara-cara lainnya. Jangan hanya memikirkan keuntungan pribadi sedangkan kepentingan orang banyak diabaikan. Kami pernah melihat dengan mata kepala kami bahwa di RPH besar (Sapi) dan RPH kecil (kambing dan domba) masih melakukan pemotongan betina produktif. Padahal betina tersebut sudah bunting bahkan ada yang sudah siap beranak.
4. Upaya pengembangbiakan degan cepat seperti IB pada sapi, kambing, domba, ayam, penetasan telur dengan mesin penetas pada unggas, dan lain sebagainya. Banyak manfaat dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Mungkin pada kesempatan lain kami akan menulisnya sebagai makalah tersendiri.
5. Jangan menciptakan iklim yang akan mengundang tersebarnya penyakit. Kurang memperhatikan sanitasi lingkungan, tidak memperhatikan kesehatan ternak, makanannya, dan juga dari segi reproduksinya. Hal ini akan berakibat pemusnahan massal kalau sampai terjadi mewabahnya penyakit yang berbahaya. Dan tidak menutup kemungkinan penyebabnya adalah kita sendiri. Sehingga yang rugi bukan diri sendiri tapi juga orang lain akan ikut merasakannya.
6. Semua hal tersebut di atas tidak akan berjalan tanpa upaya dari pemerintah khususnya dinas terkait untuk mensosialisasikan. Jadi itung-itung bagi-bagi tugas pak, peternak yang menjalankan program dan pemerintah sebagai pengontrolnya. Dan harapanya adalah terjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.
Nah, sekarang pertanyaannya adalah sudahkan kita merasa memiliki ternak asli Indonesia? Atau berapa persenkah usaha kita untuk ikut menyelamatkan ternak asli Indonesia? Harapan kami setelah membaca artikel ini kita bisa merenungi masalah ini. Kita semua akan sadar ancaman musnahnya ternak asli kita beberapa tahun kedepan. Tidak ada kebanggaan bagi kami kalau isi kebun binatang penuh dengan satwa manca negara yang didatangkan ke Indonesia. Mana ternak asli kita??